I. LATAR BELAKANG
Seperti kita maklumi bersama, penyalahgunaan dan perdagangan Narkoba, baik didunia maupun di tanah air pada akhir-akhir ini menunjukkan peningkatan yang mengkhawatirkan dan menimbulkan ancaman serius terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa.
Permasalahan Narkoba merupakan permasalahan multidimensi yang kompleks, baik dilihat dari faktor penyebab maupun dampaknya. Penyebabnya merupakan kompleksitas dari berbagai faktor, termauk factor fisik dan kejiwaan serta faktor lingkungan baik micro maupun macro, dampaknya juga sangat kompleks dan luas tidak hanya pada pelakunya, tetapi juga menimbulkan beban psikologis, social dan ekonomis bagi orang tua dan keluarganya, serta menimbulkan dampak yang merugikan terhadap aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan umat manusia.
Sejarah penyalahgunaan Narkoba didunia (khususnya di Indonesia) menunjukkan bahwa jenis Narkoba yang disalahgunakan berubah dari masa kemasa, dahulu jenis narkotika, sekarang jensi Anfetamin yang banyak disalahgunakan dan berbeda dari kawasan yang satu dengan kawasan lainnya, tetapi yang lebih penting adalah bahwa penyalahgunaan Narkoba menunjukkan peningkatan yang tajam dimanapun diseluruh dunia, belum lagi dengan maraknya Industri/Pabrik-pabrik produksi narkoba, sehingga secara ekonomis, Narkoba merupakan gejala ekonomi kapitalis internasional yang menjanjikan keuntungan besar, karenanya menjadi komoditas pasar gelap yang diminati kapitalis besar sampai pengedar dan secara sosial budaya, Narkoba telah menjadi bagian dari gaya hidup yang modern ; pra konsumsi conspicuous, hedonis dan emulaif. Narkoba telah menjadi alat komunikasi sosial dan simbol status.
Menyadari akan hal tersebut, Pemerintah (dalam hal ini BAKIN-Badan Intelejent Negara) yang pada waktu itu dipimpin oleh Mey. Jen (Purn). YOGA SUGAMA pada tahun 1971 melakukan kerjasama dengan Pondok Pesantren SURYALAYA dalam upaya penanggulangan peredaran narkoba dan Kenakalan remaja dengan membentuk BAKOLAK berdasarkan pada Inppres No. 6 Tahun 1971, untuk melakukan upaya penyelamatan anak bangsa dari kehancuran akibat peredaran dan penyalahgunaan Napza dan kenakalan remaja, yang selanjutnya dikembangkan terapi pembinaan (psikologi Islam) bagi korban pengguna Napza ditiap daerah ( yang kini hampir meliputi wilayah kesatuan Republik Indonesia) maupun diluar negeri dengan menggunakan istilah “INABAH” yang artinya “Kembali kejalan Allah”.
Sedangkan di Surabaya, pada tahun 1986 didirikan “INABAH XIX” yang bermomisili di Jl. Raya Semampir 43 – 47 Surabaya, yang keberadaannya hingga sampai saat ini tetap eksis dalam upaya penyelamatan anak bangsa dari kehancuran akibat peredaran dan penyalahgunaan Napza dan kenakalan remaja.
II. INABAH XIX SURABAYA
Inabah XIX yang berkedudukan di Jl. Raya Semampir 43 Surabaya, dalam proses rehabilitasi bertujuan untuk mengembalikan posisi anak dan orang tua kepada jalan Allah. Karena bagaimanapun juga bentuk penyalahgunaan Napza merupakan masalah dan musibah bagi anak dan orang tua. Dan keduanya perlu untuk mendapatkan tuntunan ke jalan Allah.
Untuk itulah dengan mendekatkan diri kepada Allah serta memohon atas ampunan-Nya maka musibah yang diujikan Allah dapat teratasi dan akan diganti dengan kebajikan.
Adapun proses rehabilitasi yang dilakukan oleh Pondok Inabah XIX Surabaya dilakukan sebagai berikut :
1. Dzikrullah
Kerusakan moral saat ini tidak hanya bersumber dari narkoba, namun lebih banyak bersumber pada penyakit hati. Untuk itulah dalam upaya menghindarkan diri dari penyakit-penyakit hati dan sebagai proteksi atas pengaruh penyalahgunaan Napza maka jalan yang ditempuh adalah dengan berdzikir kepada Allah.
Kerena dengan berdzikir maka Proses Keimanan akan terbentuk dan menjadi benteng dari godaan Syetan yag terkutuk (dzikir jahar) serta dengan berdzikir hati menjadi tentram (dzikir khofi).
Seperti yang dilakukan di Inabah XIX Surabaya amaliyah Dzikir merupakan hal pokok yang wajib untuk diamalkan pada setiap santri. Hal ini dimaksudkan untuk membenahi keimanan dalam artian “iman dulu yang dibenahi”
2. Sholat
Disamping amaliyah Dzikir, dalam konsep terapi juga dilakukan sholat terutama pada sholat malam.
Hal ini diterangkan oleh Allah dalam Surat Al-Insan Ayat 25 – 26 yang artinya “Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan petang. Dan sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya pada bagian yang panjang malam hari”
Tujuan dari sholat ini adalah agar kita dapat mendekatkan diri kepada Allah dan mendapatkan posisi terpuji disisi Allah. Dan jikalau kita belum mampu untuk mendekatkan diri kepada Allah, maka mendekatlah kepada orang yang telah dekat kepada Allah.
Keseluruhan proses terapi psikologi Islam indikator umum keberhasilan tersebut biasanya dapat diukur pada perubahan Anak Bina dari ketagihan kepada tidak ketagihan narkotika (dari edict ke non- edict) selanjutnya dari proses pembinaan tahap awal ini diteruskan dengan pembinaan tahap lanjutan (Program Bina Lanjut). Pembinaan tahap ini meliputi 3 jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Apabila Anak Bina masih dalam usia sekolah atau kuliah dan masih memiliki kemauan untuk sekolah atau kuliah ia dapat sekolah atau kuliah. Pembinaan bukan dalam bentuk terapi lagi karena sudah sembuh melainkan pembinaan dari segi mentalnya dengan mengikuti Majlis Dzikir yang diselenggarakan Pon Pes Suryalaya pada setiap hari Kamis malam Jum’at dan Hari Minggu Malam Senin.
2. Apabila Anak Bina sudah bukan dalam usia sekolah atau tidak mau lagi sekolah, di sini Inabah XIX memberikan bekal latihan ketrampilan paling tidak selama satu tahun.
3. Anak Bina bukan usia sekolah dan tidak mau mengikuti latihan ketrampilan setelah dinyatakan telah selesai masa rehabilitasi ia pulang ke rumah tempat asalnya dan diharuskan tetap mengikuti Majlis Dzikir yang diselenggarakan Pon Pes Suryalaya pada setiap hari Kamis malam Jum’at dan Hari Minggu malam Senin dan Manaqiban 1 (satu) bulan sekali pada Minggu kedua pada bulan berjalan.
Disamping itu, kegiatan yang tidak kalah pentingnya adalah peranan keluarga (Family Suport Group) dalam mendukung proses kesembuhan anak bina, karena seperti yang telah disampaikan diatas bahwa bagaimanapun juga bentuk penyalahgunaan Napza merupakan masalah dan musibah bagi anak dan orang tua. Dan keduanya perlu untuk mendapatkan tuntunan ke jalan Allah. Menyadari akan pentingnya dukungan keluarga maka “Inabah XIX” , telah melakukan kegiatan kegiatan antara lain :
1. Mendorong keluarga (orang tua) anak bina untuk ikut dalam majelis dzikir, hal ini dilakukan karena Anak Bina yang baru pulang dari Inabah biasanya sudah kental dengan suasana pembinaan di Inabah. Ia sudah terbiasa dengan bangun malam, mandi, shalat malam dan dzikir (jahri dan khafi) dengan teratur. Ketika pulang ke rumah ia mendapatkan suasana yang jauh berbeda.
2. Melibatkan seluruh jajaran perwakilan dan kelompok-kelompok Majelis Dzikir (berperan sebagai pendampingan) yang tersebar di Jawa Timur untuk ikut serta berperan aktif dalam membantu perkembangan amaliyah dan mengajak untuk mengikuti/ menghadiri kegiatan Majlis Dzikir di Pon Pes Suryalaya Korwil Jawa Timur yang beralamat di Jl. Benteng No 5 a Surabaya. Pada setap Kamis Malam Jum’at dan Minggu malam Senin dan Manaqiban 1 (satu) bulan sekali pada Minggu kedua pada bulan berjalan.
III. KESIMPULAN.
1. Proses Rehabilitasi ketergantungan Napza tidak hanya dilakukan pada penderita ketergantungan saja tetapi perlu juga dilakukan terhadap orang tua santri. Hal ini dimaksudkan agar kelanjutan amaliyah santri dapat juga dilakukan oleh orang tua dan ikut berjamaah dalam setiap kegiatan pengajian Hal ini diupayakan dengan membentuk Family Suport bagi orang tua Anak Bina.
2. Peran serta Orang tua dalam proses penyalahgunaan Napza cukup penting.
(1). Orang tua dalam hal ini bisa orang tua saat dirumah,
(2). Guru sebagai orang tua di sekolah dan
(3). Aparat sebagai orang tua di lapangan
3. Dzikrullah dan Sholat merupakan amaliyah yang diterapkan didalam Rehabilitasi, karena dengan berDzikir merupakan tindakan preventif (benteng) dan proses keimanan. Dan hal ini tidak hanya dilakukan dalam proses rehabilitasi saja tetapi juga pasca Rehabilitasi dengan mengikuti/menghadiri kegiatan Majlis Dzikir di Pon Pes Suryalaya Korwil Jawa Timur yang beralamat di Jl. Benteng No 5 a Surabaya. Pada setap Kamis Malam Jum’at dan Minggu malam Senin
4. Keberhasilan Rehabilitasi juga ditentukan dari niatan untuk sembuh total dari ketergantungan dan kembali ke jalan Allah. Karena pecandu yang datang dalam Majlis Dzikir (tanpa proses rehabiitasi) di Jl. Benteng No. 5 a Surabaya dengan niatan untuk sembuh total dari ketergantungan dan kembali ke jalan Allah ternyata lebih berhasil dan jarang mengalami relaps (hampir tidak ada)